Senin, 24 Juli 2017

UAS Teori Sastra

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
TEORI SASTRA
Nama : Karina Dwi Prasita
NIM : 165200052
Prodi/Angkatan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia / 2016 B
Alamat Blog : KarinaPrasita97.blogspot.co.id


1.      Subjek Matter
Subjek Matter adalah pokok pikiran yang di kemukakan penyair lewat puisi yang di ciptakannya. Billa sense baru berhubungan  dengan gambaran makna dalam puisi secara umum, maka subjek matter berhubungan dengan satuan – satuan pokok pikiran tertentu yang secara khusus membangun suatu yang diungkapkan penyair.

Felling
Felling adalah sikap penyair terhadapa pokok pikiran yang dilampirkannya. Hal itu mungkin saja terkandung dalam lapis makna puisi sejalan dengan terdapatnya pokok pikiran dalam puisi karena setiap menghadirkan pokok pikiran tertentu manusia pada umumnya juga di latar belakangi oleh sikap tertentu pula.

Tone
Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang di tampilkannya. Dalam rangka menganalisis feeling dan tone dalam suatu puisi, pembaca akan berhubungan dengan upaya pencarian jawaban dari bagaimana sikap penyair terhadap pokok pikiran yang di tampilkannya? Serta bagaimana sikap penyair terhadap pembacanya

Total of Meaning
Total of meaning adalah keseluruhan makna yang terkandun dalam suatu puisi. Didasarkan atas pokok – pokok pikiran yang ditampilkan penyair, sikap penyair terhadap pokok pikiran, dan sikap penyair terhadap pembaca

Theme
Theme adalah ide dasarr dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna dalam puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral ataupun massage meskipun tema itu dapat berupa sesutau yang memiliki nilai rohaniah.






2.      Malam itu
Malam itu aku seperti tercampakkan
Bagai terbu habis disesap dahaga waktu
Ruang menghampa
Sendiri kian menganga
Tak terkira
Dimanakah dengus yang mendetakkan gairah
Sedang aromamu berseliweran menguntit raga
Keja detak yang merangkak
Bosan berselimut kelam
Adakah perih mengirim isyarat di sunyi
Yang tak kuketahu
Ingin kutinggal gelanggang
Menggelandang ke ketiak senyap

Pembahasan

Subjek matter
Subjek matter dalam puisi “Malam Ini”  tokoh aku yang merasa tercampakan dan sendirian karena di tinggal sang kekasih.toko aku yang juga berusaha buat melupakan semuanya tetapi tak sanggup meninggalkan juga. Maka yang dia rasakan hanya sendirian seperti berada di ruang hampa

Felling
Felling dalam puisi “Malam Ini” penulis menyampaikan tokoh aku sebagai seorang yang kesepian dan merasakan keterpurukan di dalam hidupnya karena di tinggal kan oleh seorang yang ia cintai

Tone
Dalam puisi tersebut sikap penyair menggambarkan tokoh yang sedih dan sengsara dengan hidupnya, kesepian yang sedang tokoh aku rasakan seperti yang kutip “sendiri kian menganga”

Total of Meaning
Keseluaran tema dalam puisi tersebut adalah tokoh aku yang merasakan keterpukurkan dan kesedihkannya akan kehilanggan seseorang tapi tak sanggup meninggalkan.


Rambutmu
Gelombang mengalir di rambutmu
Basah di pagi itu
Memerah tanpa pewarna
Kukeringkan dengan panas darahku
Sebab padamu telah kueja sejarah
Yang terpendam dalam larutan
Di luar lurus lapang
Di dalam lemiuk ku sembunyikan
Biarkanlah apa adanya
Rumputan menjalar indah di pandang
Telah kutemukan cermin hidupku
Pada rambutmu
Saat kujamah di pagi yang basah

Subjek Matter
Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan seorang tokoh aku yang sedang mengutarakan isi hatinya dan mengungkapkan perasaannya kepada seseorang yang di yakininya adalah cerminan hidupnya.

Felling
Dalam puisi tersebut penyair manggambarkan tokoh aku sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta kepada seorang perempuan dan meranyunya dengan kata menyukai rambutnya seperti “telah kutemukan cermin hidupku, pada rambutmu”

Tone
Sikpa yang di gambarkan dalam tokoh aku pada puisi tersebut adalah perasaan gembira karena sedang jatuh cinta pada seorang wanita seperti “sebab padamulah kueja sejarah”

Total of meaning
Dalam puisi tersebut keseluruhan tema yang di tulis oleh penyair adalah perasaan bahagia tokoh aku yang seorang laki-laki karena telah menemukan tambatan hatinya dan dia yakin bahwa perempuan yang ia cintai adalah pendamping hidupnya.

Theme
Tema yang ada dalam puisi tersebut adalah tentang perasaan seseorang yang mengungapkan rasa cintanya pada seorang wanita yang ia cintai





Mendung
Balasanmu pendek sekali
Seperti pelepah pisang yang dirajang celurit cemburu
Patahannya menyisahkan amis didada
Mengapa percik getahnya menyiprat ke ladang
Yang kutaman dengan cintah
Cuaca sepanjang hari mengirim mendung berduri
Adakah aku harus berlari
Meninggalkan jejak yang terlanjur mengurai sepi
Pada jemarimu telah kutulis sekuntum puisi
Sementara sayap-sayap mawar yang gugur minta kuganti
Biji esok hari
Tapi kilatan-kilatan celuritmu menuding ke dahi
Tanpa kumengerti

Subjek Matter
Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan perasaan tokoh aku yang merasa ada keraguan dan keganjalan dalam hatinya kepada seseorang yang bersikap dingin dan berbeda padanya.

Felling
Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan bagaimana tokoh aku merasakan kekecewaan kepada seseorang seperti pada kutipan “Balasanmu pendek sekali”

Tone
Sikap penyair dalam puisi tersebut adalah rasa kecewanya dan sedih yang sangat dalam yang di gambarkan penyair kepada tokoh aku seperti kutipan “sementara sayap-sayap mawar yang gugur minta kuganti.

Total of meaning
Dalam puisi tersebut keseluruhan tema yang di tulis oleh penyair adalah perasaan seorang tokoh aku yang begitu kecewa dengan sikap kekasihnya yang berubah seperti pada kutipan “ meninggalkan jejak yang terlanjur mengurai sepi”

Theme
Tema dalam puisi tersebut adalah kekecewaan dan patah hati seorang laki – laki karena kini wanita yang ia cintai sudah berubah dan tokoh aku berusaha untuk melupakan namun tertekan oleh rasa kecewa itu seperi pada kutipan “tapi kilatan – kilatan celuritmu menuding ke dahi”





3.      Hasil esai analisis teori poskolonial cerpen berjudul “ Dalam Kerajaan Sang Raksasa” dalam cerpen “tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Karya M . Shoim Anwar.

Pada tahapan yang paling mendasar, postkolonial mengacu kepada praktik-praktik yang berkaitan dan menggugat hierarki sosial, struktur kekuasaan, dan wacana kolonialisme. Pembacaan poskolonial berusaha menjelaskan bagaimana suatu teks mendestabilisasi dasar pikiran kekuatan kolonial, atau bagaimana teks-teks tersebut mengedepankan efek kolonialisme.

      Griffiths dan Tiffin sebagaimana dikutip Aziz (2003: 201) menjelaskan bahwa postkolonial merujuk kesan ataupun reaksi kepada kolonialisme semenjak ataupun selepas penjajahan. Sebenarnya, penjajahan masih berlangsung di setengah negara, dan pengalaman negara-negara ini diterjemahkan sebagai neokolonialisme oleh para golongan Markis. Mereka berpendapat bahwa penjajahan kini bukan lagi dalam konteks politik saja tetapi ekonomi serta budaya. Dalam koneks kesusasteraan paskolonial, karya-karya yang dihasilkan semasa atau selepas penjajahan diterima sebagai karya kesusasteraan paskolonial apabila karya itu merekamkan atau memancarkan wancana pascakolonial. Dengan kata lain, kesusasteraan poskolonial tidak terikat dengan masa, tetapi terikat dengan wacana poskolonial.

      Pernikiran-pemikiran Foucault tentang pengetahuan/kekuasaan dimanfaatkan oleh sejumlah pemikir yang menggagas teori poskolonial. Teori dan kritik poskolonial yang marak sejak tahun 1980-an di Amerika Serikat, lnggris, dan Australia pada awalnya dipelopori oleh Leopold Senghor, Dominique O'manononi, Aimme Cesaire, Frants Fannon, dan Albert Memmi, yang menyorot berbagai aspek dan dimensi pengalaman penjajahan. Bedanya, generasi yang mengembangkannya kemudian, misalnya Edward Said dan Hhomi Bhaba, sangat dipengaruhi oleh pemikiran poststrukturalis, terutama Derrida dan Foucault (Budianta, 2004:49).

      Sesungguhnya wacana poskolonial memperjuangkan politik pertentangan, namun, ada yang berpendapat bahwa hal ini tidak boleh disamakan dengan antikolonialisme seperti yang ditegaskan oleh Bussnett (Aziz, 2003: 200) yang melihat paskolonialisme berbeda dari pada anti kolonialisme karena wacana yang ini tidak terlepas dengan menerima hakikat kesan penjajahan terhadap yang dijajah, dengan kata lain, walaupun wacana poskolonial ataupun poskolonialisme memberi reaksi yang menolak hegemoni dan autoriti barat, namun kesan hubungan yang kompleks antara penjajah dengan yang dijajah telah memberi kesan pada pembentukan budaya poskolonial, dan seterusnya mempengaruhi pembentukan kesusasteraan poskolonial.

a.       Tempat dan Pemindahan

      Tempat dan pemindahan adalah masalah umum dalam kajian sastra poskolonial. Pemindahan disebabkan oleh kebutuhan kolonial untuk ketertiban, proses hibridisasi sebagai suatu keadaan yang muncul akibat belenggu kolonialisme dan upaya untuk menemukan kembali jati dirinya, dan yang terakhir adalah globalisasi.
Dalam proses didefinisikan kembali oleh kolonialisme, tak diragukan lagi bahwa ada individu yang mengalami pemindahan, pengucilan, dan marginalisasi. Pemerintah kolonial membutuhkan "Penempatan" karena ini dibebankan pada serangkaian dinamika yang sudah lebih dahulu ada, yang perlu membawakan pemindahan.   Karena kekuatan hegemonik dari pemerintah kolonial dipertahankan mulai kontrol yang ketat dan tekanan untuk terus menerus menjaga segala sesuatu tetap pada tempatnya, penjajah harus berhati-hati terhadap kekacauan yang menuntut kedewasaan terus menerus. Ingin dilakukan dalam banyak cara, misalnya tekanan polisi, melarang semua gerakan populer atau dengan cara korupsi. mekanisme yang dipakai bersifat terus menerus dan teratur.
            Pada cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Latar tempat dalam cerita adalah di sebuah desa dan di dalam rumah. Ada pun pemindahan tempat dan peristiwa antar sub pembahasan cerita tetapi masih tetap menyambung pada inti pemasalahan topic dalam cerpen.




b.      Dekonstruksi

      Istilah dekonstruksi yang diperkenalkan oleh Jacques Derrida melalui buku-bukunya, antara lain Of Grammatology, hriiting and Difference, Dissemination, dalam ilmu sastra mengacu pada model/metode analisis (atau model yang argument filosofis) yang dipakai dalam membaca berhagai macam teks sastra maupun nonsastra, untuk menunjukkan ketidaksesuaian dengan logikalretorika antara yang secara eksplisit disebutkan dan yang secara emplisit tersembunyi dalam teks. Kajian dekonstruksi menunjukkan bagaimana kontradiksi-kontradiksi tersebut disamakan oleh teks.
      Poskolonial menerapkan dekonstruksi dengan mengidentifikasikan logo sentrisisme dengan ideologi yang membuat dikotomediner hirarkis antara Barat Timur, rasio/emosi, masyarakat beradab/masyarakat primitif, dan lain-lain yang menjadi dasar pembenaran kolonialisme dan imperealisme.
      Berdasarkan uraian di atas, analisis prosa fiksi dengan model analisis poskolonial dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan wacana poskolonial, konsep kekuasaan, konsep penjajahan, tindakan subversif penjajah dan penjajahan, masalah ras, etnisitas, identitas budaya, gejala kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di negara-negara bekas jajahan. Semua analisis sekaitan konsep poskolonial tersebut disesuaikan dengan kenyataan teks. Seperti pada cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak lurah” tentang bagaiman penjajahan pada cerita cerpen tersebut adalah di gambarkan dengan kepala Desa atau biasa di sebut Lurah di desa tersebut adalah pemimpin yang tidak membuar warganya merasa puas dengan hasil kerjanya, bahkan Lurah tersebut tidak peduli dengan keluhan yang di katakana oleh warganya dia hanya mementingkan kesenangan jabatannya dan berusaha mendapatkan uang dari pengusaha pembangunan perumahan yang ingin membeli tanah warga. Padahal dengan adanya pembangunan perumahan warga tidak bisa memiliki lahan untuk bekerja lagi dan semakin sempit lahan desa mereka.


            Ada 4 alasan mengapa karya sastra dianggap tepat untuk dianalisis melalui teori-teori poskolonial.
1.  Sebagai gejala kultural sastra menampilkan system komunikasi antara pengirim dan penerima, sebagai mediator antara masa lampau dengan masa sekarang.
2.  Karya sastra menampilkan berbagai problematika kehidupan, emosionalitas dan intelektualitas, fiksi dan fakta, karya sastra adalah masyarakat itu sendiri.
3.  Karya sastra tidak terikat oleh ruang dan waktu, kontemporaritas adalah manifestasinya yang paling signifikan.
4.  Berbagai masalah yang dimaksudkan dilukiskan secara simbolis, terselubung, sehingga tujuan-tujuan yang sesungguhnya tidak Nampak. Di sinilah egaray oriental ditanamkan, di sini pulalah analisis dekontruksi poskolonial dilakukan.

Poskolonial dalam cerpen “Dalam Kejaran Raksasa” karya M shoim Anwar ini adalah menceritakan tokoh Win yang menjadi korban bencana Lumpur yang telah menelan habis kampungnya. Win yang tinggal di sebuah desa yang saat ini menjadi korban lumpur hanya meratapi nasibnya krena kehilangan keluarganya. Pertama-tama mertuanya yang tenggelam di telan raksasa lumpur. Lalu istrinya yang setress karena di tinggal ibunya meninggal dan akhirnya anaknya yang meninggal juga di telan lumpur raksasa. Win yang menjadi korban kejamnya raksasa lumpur itu bahkan pemerintah pun tak melakukan apa-apa untuk persoalan ini. Meskipun para warga sudah mengutarakan pendapatannya tetapi tidak ada yang di lakukan bnyak oleh pemerintah saat ini dan nasib warga yang menjadi korban pun menjadi tidak tahu nasibnya bagaimana.




DAFTAR PUSTAKA

1.      Anwar,M Shoim, 2017, cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Surabaya
2.      Blog Lingua, 2015, Teori pokolonial Edward W. Said: (linguag3.wordpress.com/2015/01/05/teori-poskolonial-edward-w-said/)
3.      Shartika Itha, 2011, Pendekatan Teori Poskolonial dalam Kajian Sastra (ithasartika91.blogspot.co.id/2011/02/pendekatan-poskolonial-dalam-mengkaji.)

4.      Basri Hajon, 2014, Posmodernisme dan Teori Poskolonial (harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/posmodernisme-dan-teori-postkolonial.) 

Senin, 12 Juni 2017

STRUKTUR PUISI

Teori Strukturalisme Sebagai Landasan Berfikir Dalam Penulisan Puisi 

             Pendekatan struktural berangkat dari pandangan kaum strukturalisme yang menganggap karya sastra sebagai struktur yang unsurnya terjalin secara erat dan berhubungan antara satu dan lainnya. Karya sastra merupakan sebuah kesatuan yang utuh. Sebagai kesatuan yang utuh, maka karya sastra dapat dipahami maknanya jika dipahami bagian-bagiannya atau unsur-unsur pembentuknya, relasi timbal balik antara bagian dan keseluruhannya. Dalam penulisan puisi dengan menggunakan teori strukturalisme maka kita harus memperhatikan unsur-unsur puisi, karena kajian teori strukturalisme adalah unsur-unsur pembentuk karya satra, dan pada kesempatan ini karya sastra yang di kaji adalah puisi.
Penulisan puisi dengan berlandasan teori strukturalisme berarti dalam penulisan puisi memperhatikan unsur-unsur pembentuk puisi baik unsur instrinsik maupun unsur ekstrinsik puisi. Unsur ekstrinsik puisi yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta amanat, sedangkan unsur intrinsik puisi yaitu diksi, kata konkret, bahasa figuratif, rima/ritme, dan tata wajah atau tipografi. Cara menuliskan puisi dengan berlandasan teori struktural yang pertama yaitu memahami unsur intrinsik puisi sebagai berikut:

1.    Diksi (pemilihan kata)
              Teori strukturalisme menganalisis diksi sebagai unsur intrinsik puisi, diksi adalah pemilihan kata, jadi kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang cermat, merupakan hasil pertimbangan, baik makna, susunan bunyinya maupun hubungan kata-kata lain dalam baris dan baitnya. Misalnya seperti pemilihan kata yang meyatakan diri pengarang, pengarang mengumpulkan kata-kata yang memiliki makna dirinya sendiri diantaranya kata aku (bahasa Indonesia), beta(bahasa Batak), den(bahasa Melayu/minang), gue (bagasa anak gaul), aana(bahasa Arab),  (bahasa Inggris), kulo (bahasa Jawa), dan sebagainya. pemilihan kata aku untuk menyebut dirinya sendiri merupakan proses pemilihan kata atau diksi. Pengarang memilih kata aku untuk menyebut dirinya sendiri karena kata aku adalah menggunakan bahasa indonesia dan pasti maknanya telah diketahui oleh rakyat indonesia, karena bahasa indonesia adalah bahasa kesatuan.

2.        Pengimajinasian
                             Teori strukturalisme menganalisis pengimajinasian sebagai unsur intrinsik puisi dimana pengimajinasian dapat didefinisikan sebagai kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan hayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut pembaca seolah-olah merasa, mendengar atau melihat sesuatu yang diungkapkan pengarang.
itu dan keadaan hati kelana yang tengah bersedih
.
3.         Kata konkret
              Teori strukturalisme menganalisis kata konkret sebagai unsur intrinsik puisi. Kata konkret digunakan untuk membangkitkan imajinasi pembaca, atau kata-kata harus di konkretkan atau diperjelas. Karena dengan keahlian memperkonkret kata, pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh pengarang
.
4.         Bahasa figuratif
           Teori strukturan menganalisis bahasa figuratif sebagai unsur intrinsik puisi. Bahasa figuratif disebut juga majas, majas adalah bahasa yang digunakan oleh pengarang untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkanya dengan benda atau kata lain. Majas mngiaskan atau menyamakan sesuatu dengan hal lain
.
5.    Rima/ritme
       Teori struktural menganalisis rima/ritme sebagai unsur intrinsic puisi. rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan adanya rima, suatu puisi menjadi indah. Makna yang ditimbulkanya pun lebih kuat, seperti petikan sajak berikut ini dan angin mendesah/ mengeluh mendesah. Sedangkan istilah ritma diartikan sebagai pengulangan kata, frase atau kalimat dalam bait puisi
.
6.    Tata wajah (tipografi)
        Teori struktural menganalisis tipografi sebagai unsur intrinsik puisi. tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-larik puisi tidak berbentuk paragraf melainkan bait.
Cara menulis puisi dengan berlandasan teori strukturalisme yang kedua yaitu memahami unsur ekstrinsik puisi, adalah sebagai berikut:

1.      Tema
              Teori strukturalisme menganalisis tema sebagai unsur ekstrinsik puisi. tema puisi merupakan gagasan utama pengarang dalam puisinya. Gagasan pengarang cenderung tidak selalu sama dan besar kemungkinan untuk berbeda-beda. Oleh sebab itu, tema puisi yang digunakanya pun berlainan, Waluyo (1987) menyatakan bahwa ”tema puisi diklasifikasikan menjadi lima kelompok mengikuti isi pancasila, yaitu tema ketuhanan, kemanusiaan, patriotisme/kebangsaan, kedaulatan rakyat dan keadilan sosial”.
(http://ariesulistiari.blogspot.co.id/2015/05/pendekatan-struktural-dalam-analisis.html


Analisis puisi “Sajak Putih” Karya Chairil Anwar


  • Diksi
Diksi merupakan makna kiasan yang harus dipahami secara seksama dan menyeluruh, seperti:
Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku. Putih mengiaskan ketulusan,  kejujuran, dan keihklasan. Jadi, sajak putih berarti suara hati si aku yang sangat tulus dan jujur

  1. “Warna pelangi” adalah gambaran hati seorang pemuda yang sedang senang;
  2.  “Bertudung sutra senja” yang dimaksud adalah pada sore hari;
  3.  “Di hitam matamu kembang mawar dan melati” yang di maksud adalah   bola matanya yang indah.

bait ke II
  1. “Sepi menyanyi” yang di maksud adalah memohon (do’a) kepada Allah;
  2. “Muka kolam air jiwa” yang di maksud adalah bersedih hati;
  3. “Dadaku memerdu lagu” yang di maksud adalah berkata dalam hati;
  4. “Menari seluruh aku” menggambarkan rasa kegembiraan.

Bait ke III
  1. “Hidup dari hidupku, pintu terbuka” menggambarkan bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan dan ada jalan keluar;
  2. “Selama matamu bagiku menengadah” merupakan kiasan bahwa si gadis masih
  3. mencintai si aku, mau memandang wajah si aku;
  4. “Selama kau darah mengalir dari luka” yang di maksud adalah hidup si aku penuh harapan selama si gadis masih hidup wajar;
  5. “Antara kita Mati datang tidak membelah” menggambarkan sampai kematian tiba pun keduanya masih mencintai, dan tidak akan terpisahkan.

Gaya Bahasa (Majas
1.      Pada baris ketiga bait pertama, yaitu “Dihitam matamu kembang mawar dan melati”, merupakan majas metafora yang bersifat membandingkan sesuatu secara langsung. Mawar dan melati yang mekar menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik, biasanya mawar itu berwarna merah yang menggambarka cinta dan melati putih menggambarkan kesucian. Jadi dalam mata si gadis tampak cinta yang tulus, menarik, dan mengikat.
  1. Majas repetisi pada baris kesembilan bait ketiga, yaitu terjadi pengulangan kata, “Hidup dari hidupku”, menggambarkan bahwa si aku merasa hidupnya penuh dengan kemungkinan.


Tema
Tema dalam puisi  “Sajak Putih” adalah “Percintaan”. Dalam puisi Sajak Putih menceritakan seorang gadis yang sangat cantik yang mempunyai cinta yang sangat tulus dan memikat terhadap seorang pria yang membuat pria tersebut merasa terharu dan tertarik terhadapnya. Tetapi kedua insan tersebut belum ada kesiapan untuk saling menyatakan perasaannya masing-masing, mereka hanya diam tanpa ada sepatah kata yang diucapakn, mereka hanya berbicara didalam hatinya masing–masing, tetapi si pria tersebut mempunyai banyak harapan bahwa gadis tersebut mencintainya. Kedua insan tersebut berjanji bahwa sampai kapanpun mereka tak akan terpisahkan.


Pengimajinasian
            Dalam puisi “Sajak Putih” karya Chairil Anwar terdapat bait pusis yang menyatakan dan bisa membawa pembaca untuk masuk ke dalam imajinasi penulis seperti :
“Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba”
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Rima dan Irama
  • Rima dan ritma
Puisi “Sajak Putih” secara keseluruhan didominasi dengan adanya vokal /a/, /i/, dan /u/. Asonansi vokal /a/ terdapat pada baris puisi yaitu baris 2, 4, 5, 6, 9, 10, 11, dan 12. Misalnya:
 Asonansi vokal (a)
Kau depanku bertudung sutra senja (baris ke dua bait pertama)
Harum rambutmu mengalun bergelut senda (baris keempat bait pertama)
  • Perasaan
Perasaan yang ditekankan pada puisi ini adalah rasa bahagia karena kedua insan yang tadinya tidak mempunyai keberanian untuk saling menyatakan perasannya, tetapi pada akhirnya mereka mempunyai keberanian untuk saling menyatakaan perasaannya. Karena cinta yang dimiliki oleh kedua insan tersebut sangat tulus dan suci.
(
http://kumpulanpuisiindonesia.blogspot.co.id/2010/01/puisi-sajak-putih-chairil-anwar.html


  • Nada
Nada yang ditunjukan dalam puisi “Sajak Putih” ini adalah kegembiraan dan kebahagiaan. Nada gembira dan bahagia ini muncul karena, rasa gembira seorang pria yang memiliki seorang gadis yang mempunyai cinta yang sangat tulus dan suci terhadapnya yang terlihat pada kata tali warna pelangi, sutra senja, menarik menari. Maka munculah benih-benih cinta diantara mereka. Unsur nada dalam puisi ini adalah  optimis, dan kesetiaan.
Unsur nada optimis      
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...(unsur nada kesetiaan)

  • Amanat
Dalam puisi ini amanat yang disampaikan oleh penyair adalah bahwa jika kita mencintai seseorang harus berani untuk menyatakaan perasaan kita masing-masing, menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan kita, dan berusahalah untuk selalu mencintai dan ada disisinya sampai hembusan nafas terakhir


TEORI FEMINISME

BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan.Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Feminisme?
2.      Bagaimana sejarah Feminisme?

C.     Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian Feminisme.
2.      Mengetahui sejarah Feminisme.



















BAB II
   PEMBAHASAN


A.    Pengertian Feminisme
Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan.Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.

B.     Sejarah Feminisme
Gerakan feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20, suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti.Hukum feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita.Sifat patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku.
Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni
patriaki.Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upaya manusia untuk bertahan hidup.Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan.

1.      Perkembangan di Amerika Serikat
Gelombang feminisme di Amerika Serikat mulai lebih keras bergaung pada era perubahan dengan terbitnya buku The Feminine Mystique yang ditulis oleh Betty Friedan pada tahun 1963. Buku ini ternyata berdampak luas, lebih-lebih setelah Betty Friedan membentuk organisasi wanita bernama National Organization for Woman (NOW) pada tahun 1966 gemanya kemudian merambat ke segala bidang kehidupan. Dalam bidang perundangan, tulisan Betty Fredman berhasil mendorong dikeluarkannya Equal Pay Right (1963) sehingga kaum perempuan bisa menikmati kondisi kerja yang lebih baik dan memperoleh gaji sama dengan laki-laki untuk pekerjaan yang sama, dan Equal Right Act (1964) di mana kaum perempuan mempunyai hak pilih secara penuh dalam segala bidang
Gerakan feminisme yang mendapatkan momentum sejarah pada 1960-an menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern di mana memiliki struktur yang pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti konkret yang diberikan kaum feminis.
Gerakan perempuan atau feminisme berjalan terus, sekalipun sudah ada perbaikan-perbaikan, kemajuan yang dicapai gerakan ini terlihat banyak mengalami halangan. Pada tahun 1967 dibentuklah Student for a Democratic Society (SDS) yang mengadakan konvensi nasional di Ann Arbor kemudian dilanjutkan di Chicago pada tahun yang sama, dari sinilah mulai muncul kelompok "feminisme radikal" dengan membentuk Women´s Liberation Workshop yang lebih dikenal dengan singkatan "Women´s Lib". Women´s Lib mengamati bahwa peran kaum perempuan dalam hubungannya dengan kaum laki-laki dalam masyarakat kapitalis terutama Amerika Serikat tidak lebih seperti hubungan yang dijajah dan penjajah. Pada tahun 1968 kelompok ini secara terbuka memprotes diadakannya "Miss America Pegeant" di Atlantic City yang mereka anggap sebagai "pelecehan terhadap kaum wanita dan komersialisasi tubuh perempuan". Gema ´pembebasan kaum perempuan´ ini kemudian mendapat sambutan di mana-mana di seluruh dunia..
Pada 1975, "Gender, development, dan equality" sudah dicanangkan sejak Konferensi Perempuan Sedunia Pertama di Mexico City tahun 1975. Hasil penelitian kaum feminis sosialis telah membuka wawasan jender untuk dipertimbangkan dalam pembangunan bangsa.Sejak itu, arus pengutamaan jender atau gender mainstreaming melanda dunia.
Memasuki era 1990-an, kritik feminisme masuk dalam institusi sains yang merupakan salah satu struktur penting dalam masyarakat modern.Termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi sains dianggap sebagai dampak dari karakteristik patriarkal yang menempel erat dalam institusi sains.Tetapi, kritik kaum feminis terhadap institusi sains tidak berhenti pada masalah termarginalisasinya peran perempuan.Kaum feminis telah berani masuk dalam wilayah epistemologi sains untuk membongkar ideologi sains yang sangat patriarkal.Dalam kacamata eko-feminisme, sains modern merupakan representasi kaum laki-laki yang dipenuhi nafsu eksploitasi terhadap alam.Alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang lemah, pasif, dan tak berdaya.Dengan relasi patriarkal demikian, sains modern merupakan refleksi dari sifat maskulinitas dalam memproduksi pengetahuan yang cenderung eksploitatif dan destruktif.
Berangkat dari kritik tersebut, tokoh feminis seperti Hilary Rose, Evelyn Fox Keller, Sandra Harding, dan Donna Haraway menawarkan suatu kemungkinan terbentuknya genre sains yang berlandas pada nilai-nilai perempuan yang antieksploitasi dan bersifat egaliter. Gagasan itu mereka sebut sebagai sains feminis (feminist science).

C.    Aliran-aliran Feminisme
a.      Feminisme liberal
Apa yang disebut sebagai Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik.Setiap manusia -demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan.Akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri.Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminis Liberal memilki pandangan mengenai negara sebagai penguasa yang tidak memihak antara kepentingan kelompok yang berbeda yang berasl dari teori pluralisme negara. Mereka menyadari bahwa negara itu didominasi oleh kaum Pria, yang terlefleksikan menjadi kepentingan yang bersifat “maskulin”, tetapi mereka juga menganggap bahwa negara dapat didominasi kuat oleh kepentiangan dan pengaruh kaum pria tadi. Singkatnya, negara adalah cerminan dari kelompok kepentingan yang memeng memiliki kendali atas negara tersebut.Untuk kebanyakan kaum Liberal Feminis, perempuan cendrung berada “di dalam” negara hanya sebatas warga negara bukannya sebagai pembuat kebijakan.Sehingga dalam hal ini ada ketidaksetaraan perempuan dalam politik atau bernegara. Pun dalam perkembangan berikutnya, pandangan dari kaum Feminist Liberal mengenai “kesetaraan” setidaknya memiliki pengaruhnya tersendiri terhadap perkembangan “pengaruh dan kesetaraan perempuan untuk melakukan kegiatan politik seperti membuat kebijakan di sebuah negara”.
Tokoh aliran ini adalah Naomi Wolf, sebagai "Feminisme Kekuatan" yang merupakan solusi.Kini perempuan telah mempunyai kekuatan dari segi pendidikan dan pendapatan, dan perempuan harus terus menuntut persamaan haknya serta saatnya kini perempuan bebas berkehendak tanpa tergantung pada lelaki.
Feminisme liberal mengusahakan untuk menyadarkan wanita bahwa mereka adalah golongan tertindas.Pekerjaan yang dilakukan wanita di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang tidak produktif dan menempatkab wanita pada posisi sub-ordinat.Budaya masyarakat Amerika yang materialistis, mengukur segala sesuatu dari materi, dan individualis sangat mendukung keberhasilan feminisme.Wanita-wanita tergiring keluar rumah, berkarier dengan bebas dan tidak tergantung lagi pada pria.
Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraaan rasionalitas. Perempuan adalah makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki, sehingga harus diberi hak yang sama juga dengan laki-laki. Permasalahannya terletak pada produk kebijakan negara yang bias gender. Oleh karena itu, pada abad 18 sering muncul tuntutan agar prempuan mendapat pendidikan yang sama, pada abad 19 banyak upaya memperjuangkan kesempatan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan, dan pada abad 20 organisasi-organisasi perempuan mulai dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun personal. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berprerspektif keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dalam parlemen adalah kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

b.      Feminisme radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki.Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. "The personal is political" menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan.Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal.Padahal, karena pengalamannya membongkar persoalan-persoalan privat inilah Indonesia saat ini memiliki Undang Undang RI no. 23 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

c.       Feminisme post modern
Ide Posmo - menurut anggapan mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
d.      Feminisme anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
e.       Feminisme Marxis
Aliran ini memandang masalah perempuan dalam kerangka kritik kapitalisme. Asumsinya sumber penindasan perempuan berasal dari eksploitasi kelas dan cara produksi. Teori Friedrich Engels dikembangkan menjadi landasan aliran ini—status perempuan jatuh karena adanya konsep kekayaaan pribadi (private property).Kegiatan produksi yang semula bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendri berubah menjadi keperluan pertukaran (exchange). Laki-laki mengontrol produksi untuk exchange dan sebagai konsekuensinya mereka mendominasi hubungan sosial. Sedangkan perempuan direduksi menjadi bagian dari property.Sistem produksi yang berorientasi pada keuntungan mengakibatkan terbentuknya kelas dalam masyarakat—borjuis dan proletar.Jika kapitalisme tumbang maka struktur masyarakat dapat diperbaiki dan penindasan terhadap perempuan dihapus.
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum wanita sebagai pekerja.
f.       Feminisme sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa Pembebasan Perempuan.Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme".Feminisme sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan.Lembaga perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini hendakmengatakan bahwa patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme runtuh. Kritik kapitalisme harus disertai dengan kritik dominasi atas perempuan. Feminisme sosialis menggunakan analisis kelas dan gender untuk memahami penindasan perempuan. Ia sepaham dengan feminisme marxis bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu.Kapitalisme dan patriarki adalah dua kekuatan yang saling mendukung.Seperti dicontohkan oleh Nancy Fraser di Amerika Serikat keluarga inti dikepalai oleh laki-laki dan ekonomi resmi dikepalai oleh negara karena peran warga negara dan pekerja adalah peran maskulin, sedangkan peran sebagai konsumen dan pengasuh anak adalah peran feminin.Agenda perjuangan untuk memeranginya adalah menghapuskan kapitalisme dan sistem patriarki.Dalam konteks Indonesia, analisis ini bermanfaat untuk melihat problem-problem kemiskinan yang menjadi beban perempuan.
g.      Feminisme postkolonial
Dasar pandangan ini berakar di penolakan universalitas pengalaman perempuan.Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga (koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama. Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik, pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat. Beverley Lindsay dalam bukunya Comparative Perspectives on Third World Women: The Impact of Race, Sex, and Class menyatakan, “hubungan ketergantungan yang didasarkan atas ras, jenis kelamin, dan kelas sedang dikekalkan oleh institusi-institusi ekonomi, sosial, dan pendidikan.”
h.      Feminisme Nordic
Kaum Feminis Nordic dalam menganalisis sebuah negara sangat berbeda dengan pandangan Feminis Marxis maupun Radikal.Nordic yang lebih menganalisis Feminisme bernegara atau politik dari praktik-praktik yeng bersifat mikro.Kaum ini menganggap bahwa kaum perempuan “harus berteman dengan negara” karena kekuatan atau hak politik dan sosial perempuan terjadi melalui negara yang didukung oleh kebijakan sosial Negara.

D. TOKOH DALAM FEMINISME
1. Foucault
Meskipun ia adalah tokoh yang terkenal dalam feminism, namun Foucault tidak pernah membahas tentang perempuan. Hal yang diadopsi oleh feminism dari Fault adalah bahwa ia menjadikan ilmu pengetahuan “dominasi” yang menjadi miliki kelompok-kelompok tertentu dan kemudian “dipaksakan” untuk diterima oleh kelompok-kelompok lain, menjadi ilmu pengetahuan yang ditaklukan. Dan hal tersebut mendukung bagi perkembangan feminism.
2. Naffine (1997:69)
Kita dipaksa “meng-iya-kan” sesuatu atas adanya kuasa atau power Kuasa bergerak dalam relasi-relasi dan efek kuasa didasarkan bukan oleh orang yang dipaksa meng “iya”kan keinginan orang lain, tapi dirasakan melalui ditentukannya pikiran dan tingkah laku. Dan hal ini mengarah bahwa individu merupakan efek dari kuasa.
3. Derrida (Derridean)
Mempertajam fokus pada bekerjanya bahasa (semiotika) di mana bahasa membatasi cara berpikir kita dan juga menyediakan cara-cara perubahan. Menekankan bahwa kita selalu berada dalam teks (tidak hanya tulisan di kertas, tapi juga termasuk dialog sehari-hari) yang mengatur pikiran-pikiran kita dan merupakan kendaraan untuk megekspresikan pikiran-pikiran kita tersebut. Selain itu juga penekanan terhdap dilakukanya “dekonstruksi” terhadap kata yang merupakan intervensi ke dalam bekerjanya bahasa di mana setelah melakukan dekonstruksi tersebut kita tidak dapat lagi melihat istilah yang sama dengan cara yang sama.







BAB III
PENUTUP




Kesimpulan
      Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria.Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan.Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki.