Senin, 24 Juli 2017

UAS Teori Sastra

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
TEORI SASTRA
Nama : Karina Dwi Prasita
NIM : 165200052
Prodi/Angkatan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia / 2016 B
Alamat Blog : KarinaPrasita97.blogspot.co.id


1.      Subjek Matter
Subjek Matter adalah pokok pikiran yang di kemukakan penyair lewat puisi yang di ciptakannya. Billa sense baru berhubungan  dengan gambaran makna dalam puisi secara umum, maka subjek matter berhubungan dengan satuan – satuan pokok pikiran tertentu yang secara khusus membangun suatu yang diungkapkan penyair.

Felling
Felling adalah sikap penyair terhadapa pokok pikiran yang dilampirkannya. Hal itu mungkin saja terkandung dalam lapis makna puisi sejalan dengan terdapatnya pokok pikiran dalam puisi karena setiap menghadirkan pokok pikiran tertentu manusia pada umumnya juga di latar belakangi oleh sikap tertentu pula.

Tone
Tone adalah sikap penyair terhadap pembaca sejalan dengan pokok pikiran yang di tampilkannya. Dalam rangka menganalisis feeling dan tone dalam suatu puisi, pembaca akan berhubungan dengan upaya pencarian jawaban dari bagaimana sikap penyair terhadap pokok pikiran yang di tampilkannya? Serta bagaimana sikap penyair terhadap pembacanya

Total of Meaning
Total of meaning adalah keseluruhan makna yang terkandun dalam suatu puisi. Didasarkan atas pokok – pokok pikiran yang ditampilkan penyair, sikap penyair terhadap pokok pikiran, dan sikap penyair terhadap pembaca

Theme
Theme adalah ide dasarr dari suatu puisi yang menjadi inti dari keseluruhan makna dalam puisi. Tema berbeda dengan pandangan moral ataupun massage meskipun tema itu dapat berupa sesutau yang memiliki nilai rohaniah.






2.      Malam itu
Malam itu aku seperti tercampakkan
Bagai terbu habis disesap dahaga waktu
Ruang menghampa
Sendiri kian menganga
Tak terkira
Dimanakah dengus yang mendetakkan gairah
Sedang aromamu berseliweran menguntit raga
Keja detak yang merangkak
Bosan berselimut kelam
Adakah perih mengirim isyarat di sunyi
Yang tak kuketahu
Ingin kutinggal gelanggang
Menggelandang ke ketiak senyap

Pembahasan

Subjek matter
Subjek matter dalam puisi “Malam Ini”  tokoh aku yang merasa tercampakan dan sendirian karena di tinggal sang kekasih.toko aku yang juga berusaha buat melupakan semuanya tetapi tak sanggup meninggalkan juga. Maka yang dia rasakan hanya sendirian seperti berada di ruang hampa

Felling
Felling dalam puisi “Malam Ini” penulis menyampaikan tokoh aku sebagai seorang yang kesepian dan merasakan keterpurukan di dalam hidupnya karena di tinggal kan oleh seorang yang ia cintai

Tone
Dalam puisi tersebut sikap penyair menggambarkan tokoh yang sedih dan sengsara dengan hidupnya, kesepian yang sedang tokoh aku rasakan seperti yang kutip “sendiri kian menganga”

Total of Meaning
Keseluaran tema dalam puisi tersebut adalah tokoh aku yang merasakan keterpukurkan dan kesedihkannya akan kehilanggan seseorang tapi tak sanggup meninggalkan.


Rambutmu
Gelombang mengalir di rambutmu
Basah di pagi itu
Memerah tanpa pewarna
Kukeringkan dengan panas darahku
Sebab padamu telah kueja sejarah
Yang terpendam dalam larutan
Di luar lurus lapang
Di dalam lemiuk ku sembunyikan
Biarkanlah apa adanya
Rumputan menjalar indah di pandang
Telah kutemukan cermin hidupku
Pada rambutmu
Saat kujamah di pagi yang basah

Subjek Matter
Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan seorang tokoh aku yang sedang mengutarakan isi hatinya dan mengungkapkan perasaannya kepada seseorang yang di yakininya adalah cerminan hidupnya.

Felling
Dalam puisi tersebut penyair manggambarkan tokoh aku sebagai laki-laki yang sedang jatuh cinta kepada seorang perempuan dan meranyunya dengan kata menyukai rambutnya seperti “telah kutemukan cermin hidupku, pada rambutmu”

Tone
Sikpa yang di gambarkan dalam tokoh aku pada puisi tersebut adalah perasaan gembira karena sedang jatuh cinta pada seorang wanita seperti “sebab padamulah kueja sejarah”

Total of meaning
Dalam puisi tersebut keseluruhan tema yang di tulis oleh penyair adalah perasaan bahagia tokoh aku yang seorang laki-laki karena telah menemukan tambatan hatinya dan dia yakin bahwa perempuan yang ia cintai adalah pendamping hidupnya.

Theme
Tema yang ada dalam puisi tersebut adalah tentang perasaan seseorang yang mengungapkan rasa cintanya pada seorang wanita yang ia cintai





Mendung
Balasanmu pendek sekali
Seperti pelepah pisang yang dirajang celurit cemburu
Patahannya menyisahkan amis didada
Mengapa percik getahnya menyiprat ke ladang
Yang kutaman dengan cintah
Cuaca sepanjang hari mengirim mendung berduri
Adakah aku harus berlari
Meninggalkan jejak yang terlanjur mengurai sepi
Pada jemarimu telah kutulis sekuntum puisi
Sementara sayap-sayap mawar yang gugur minta kuganti
Biji esok hari
Tapi kilatan-kilatan celuritmu menuding ke dahi
Tanpa kumengerti

Subjek Matter
Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan perasaan tokoh aku yang merasa ada keraguan dan keganjalan dalam hatinya kepada seseorang yang bersikap dingin dan berbeda padanya.

Felling
Dalam puisi tersebut penyair menggambarkan bagaimana tokoh aku merasakan kekecewaan kepada seseorang seperti pada kutipan “Balasanmu pendek sekali”

Tone
Sikap penyair dalam puisi tersebut adalah rasa kecewanya dan sedih yang sangat dalam yang di gambarkan penyair kepada tokoh aku seperti kutipan “sementara sayap-sayap mawar yang gugur minta kuganti.

Total of meaning
Dalam puisi tersebut keseluruhan tema yang di tulis oleh penyair adalah perasaan seorang tokoh aku yang begitu kecewa dengan sikap kekasihnya yang berubah seperti pada kutipan “ meninggalkan jejak yang terlanjur mengurai sepi”

Theme
Tema dalam puisi tersebut adalah kekecewaan dan patah hati seorang laki – laki karena kini wanita yang ia cintai sudah berubah dan tokoh aku berusaha untuk melupakan namun tertekan oleh rasa kecewa itu seperi pada kutipan “tapi kilatan – kilatan celuritmu menuding ke dahi”





3.      Hasil esai analisis teori poskolonial cerpen berjudul “ Dalam Kerajaan Sang Raksasa” dalam cerpen “tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Karya M . Shoim Anwar.

Pada tahapan yang paling mendasar, postkolonial mengacu kepada praktik-praktik yang berkaitan dan menggugat hierarki sosial, struktur kekuasaan, dan wacana kolonialisme. Pembacaan poskolonial berusaha menjelaskan bagaimana suatu teks mendestabilisasi dasar pikiran kekuatan kolonial, atau bagaimana teks-teks tersebut mengedepankan efek kolonialisme.

      Griffiths dan Tiffin sebagaimana dikutip Aziz (2003: 201) menjelaskan bahwa postkolonial merujuk kesan ataupun reaksi kepada kolonialisme semenjak ataupun selepas penjajahan. Sebenarnya, penjajahan masih berlangsung di setengah negara, dan pengalaman negara-negara ini diterjemahkan sebagai neokolonialisme oleh para golongan Markis. Mereka berpendapat bahwa penjajahan kini bukan lagi dalam konteks politik saja tetapi ekonomi serta budaya. Dalam koneks kesusasteraan paskolonial, karya-karya yang dihasilkan semasa atau selepas penjajahan diterima sebagai karya kesusasteraan paskolonial apabila karya itu merekamkan atau memancarkan wancana pascakolonial. Dengan kata lain, kesusasteraan poskolonial tidak terikat dengan masa, tetapi terikat dengan wacana poskolonial.

      Pernikiran-pemikiran Foucault tentang pengetahuan/kekuasaan dimanfaatkan oleh sejumlah pemikir yang menggagas teori poskolonial. Teori dan kritik poskolonial yang marak sejak tahun 1980-an di Amerika Serikat, lnggris, dan Australia pada awalnya dipelopori oleh Leopold Senghor, Dominique O'manononi, Aimme Cesaire, Frants Fannon, dan Albert Memmi, yang menyorot berbagai aspek dan dimensi pengalaman penjajahan. Bedanya, generasi yang mengembangkannya kemudian, misalnya Edward Said dan Hhomi Bhaba, sangat dipengaruhi oleh pemikiran poststrukturalis, terutama Derrida dan Foucault (Budianta, 2004:49).

      Sesungguhnya wacana poskolonial memperjuangkan politik pertentangan, namun, ada yang berpendapat bahwa hal ini tidak boleh disamakan dengan antikolonialisme seperti yang ditegaskan oleh Bussnett (Aziz, 2003: 200) yang melihat paskolonialisme berbeda dari pada anti kolonialisme karena wacana yang ini tidak terlepas dengan menerima hakikat kesan penjajahan terhadap yang dijajah, dengan kata lain, walaupun wacana poskolonial ataupun poskolonialisme memberi reaksi yang menolak hegemoni dan autoriti barat, namun kesan hubungan yang kompleks antara penjajah dengan yang dijajah telah memberi kesan pada pembentukan budaya poskolonial, dan seterusnya mempengaruhi pembentukan kesusasteraan poskolonial.

a.       Tempat dan Pemindahan

      Tempat dan pemindahan adalah masalah umum dalam kajian sastra poskolonial. Pemindahan disebabkan oleh kebutuhan kolonial untuk ketertiban, proses hibridisasi sebagai suatu keadaan yang muncul akibat belenggu kolonialisme dan upaya untuk menemukan kembali jati dirinya, dan yang terakhir adalah globalisasi.
Dalam proses didefinisikan kembali oleh kolonialisme, tak diragukan lagi bahwa ada individu yang mengalami pemindahan, pengucilan, dan marginalisasi. Pemerintah kolonial membutuhkan "Penempatan" karena ini dibebankan pada serangkaian dinamika yang sudah lebih dahulu ada, yang perlu membawakan pemindahan.   Karena kekuatan hegemonik dari pemerintah kolonial dipertahankan mulai kontrol yang ketat dan tekanan untuk terus menerus menjaga segala sesuatu tetap pada tempatnya, penjajah harus berhati-hati terhadap kekacauan yang menuntut kedewasaan terus menerus. Ingin dilakukan dalam banyak cara, misalnya tekanan polisi, melarang semua gerakan populer atau dengan cara korupsi. mekanisme yang dipakai bersifat terus menerus dan teratur.
            Pada cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Latar tempat dalam cerita adalah di sebuah desa dan di dalam rumah. Ada pun pemindahan tempat dan peristiwa antar sub pembahasan cerita tetapi masih tetap menyambung pada inti pemasalahan topic dalam cerpen.




b.      Dekonstruksi

      Istilah dekonstruksi yang diperkenalkan oleh Jacques Derrida melalui buku-bukunya, antara lain Of Grammatology, hriiting and Difference, Dissemination, dalam ilmu sastra mengacu pada model/metode analisis (atau model yang argument filosofis) yang dipakai dalam membaca berhagai macam teks sastra maupun nonsastra, untuk menunjukkan ketidaksesuaian dengan logikalretorika antara yang secara eksplisit disebutkan dan yang secara emplisit tersembunyi dalam teks. Kajian dekonstruksi menunjukkan bagaimana kontradiksi-kontradiksi tersebut disamakan oleh teks.
      Poskolonial menerapkan dekonstruksi dengan mengidentifikasikan logo sentrisisme dengan ideologi yang membuat dikotomediner hirarkis antara Barat Timur, rasio/emosi, masyarakat beradab/masyarakat primitif, dan lain-lain yang menjadi dasar pembenaran kolonialisme dan imperealisme.
      Berdasarkan uraian di atas, analisis prosa fiksi dengan model analisis poskolonial dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan berbagai isu sekaitan dengan wacana poskolonial, konsep kekuasaan, konsep penjajahan, tindakan subversif penjajah dan penjajahan, masalah ras, etnisitas, identitas budaya, gejala kultural, seperti sejarah, politik, ekonomi, sastra, dan berbagai dokumen lainnya, yang terjadi di negara-negara bekas jajahan. Semua analisis sekaitan konsep poskolonial tersebut disesuaikan dengan kenyataan teks. Seperti pada cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak lurah” tentang bagaiman penjajahan pada cerita cerpen tersebut adalah di gambarkan dengan kepala Desa atau biasa di sebut Lurah di desa tersebut adalah pemimpin yang tidak membuar warganya merasa puas dengan hasil kerjanya, bahkan Lurah tersebut tidak peduli dengan keluhan yang di katakana oleh warganya dia hanya mementingkan kesenangan jabatannya dan berusaha mendapatkan uang dari pengusaha pembangunan perumahan yang ingin membeli tanah warga. Padahal dengan adanya pembangunan perumahan warga tidak bisa memiliki lahan untuk bekerja lagi dan semakin sempit lahan desa mereka.


            Ada 4 alasan mengapa karya sastra dianggap tepat untuk dianalisis melalui teori-teori poskolonial.
1.  Sebagai gejala kultural sastra menampilkan system komunikasi antara pengirim dan penerima, sebagai mediator antara masa lampau dengan masa sekarang.
2.  Karya sastra menampilkan berbagai problematika kehidupan, emosionalitas dan intelektualitas, fiksi dan fakta, karya sastra adalah masyarakat itu sendiri.
3.  Karya sastra tidak terikat oleh ruang dan waktu, kontemporaritas adalah manifestasinya yang paling signifikan.
4.  Berbagai masalah yang dimaksudkan dilukiskan secara simbolis, terselubung, sehingga tujuan-tujuan yang sesungguhnya tidak Nampak. Di sinilah egaray oriental ditanamkan, di sini pulalah analisis dekontruksi poskolonial dilakukan.

Poskolonial dalam cerpen “Dalam Kejaran Raksasa” karya M shoim Anwar ini adalah menceritakan tokoh Win yang menjadi korban bencana Lumpur yang telah menelan habis kampungnya. Win yang tinggal di sebuah desa yang saat ini menjadi korban lumpur hanya meratapi nasibnya krena kehilangan keluarganya. Pertama-tama mertuanya yang tenggelam di telan raksasa lumpur. Lalu istrinya yang setress karena di tinggal ibunya meninggal dan akhirnya anaknya yang meninggal juga di telan lumpur raksasa. Win yang menjadi korban kejamnya raksasa lumpur itu bahkan pemerintah pun tak melakukan apa-apa untuk persoalan ini. Meskipun para warga sudah mengutarakan pendapatannya tetapi tidak ada yang di lakukan bnyak oleh pemerintah saat ini dan nasib warga yang menjadi korban pun menjadi tidak tahu nasibnya bagaimana.




DAFTAR PUSTAKA

1.      Anwar,M Shoim, 2017, cerpen “Tahi Lalat di Dada Istri Pak Lurah” Surabaya
2.      Blog Lingua, 2015, Teori pokolonial Edward W. Said: (linguag3.wordpress.com/2015/01/05/teori-poskolonial-edward-w-said/)
3.      Shartika Itha, 2011, Pendekatan Teori Poskolonial dalam Kajian Sastra (ithasartika91.blogspot.co.id/2011/02/pendekatan-poskolonial-dalam-mengkaji.)

4.      Basri Hajon, 2014, Posmodernisme dan Teori Poskolonial (harjonbasri.blogspot.co.id/2014/11/posmodernisme-dan-teori-postkolonial.)